28/03/2011, kampus dan masih ketika aku bersamanya.
Catatan:
Untuk dia yang
menjadi cantik: jika kau kini telah berubah, aku begitu menyukainya. Namun, jika
kau kerap menangis dan semua itu ulahku, maafkanlah!
Tampilan macho sepertinya tidak akan selalu bisa
menjamin dia bersikap “liar dan garang”. Hitam pekat menjadi dominasi warna
kesukaan dia semenjak dia ada, hal itu pun senantiasa dibuktikan oleh ikon yang
senantiasa menjadi identitasnya di kalangan orang banyak, tetap di banjiri
warna hitam.
Memang, lalu ia tak begitu pandai bersolek, tidak
seperti belakangan ini. Kiranya sudah satu bulan terakhir begitu. Pernah sempat
kucari apa penyebabnya, tapi hingga saat ini meskipun banyak toko-toko parfum
kudatangi —karena aku pikir dia sudah mulai memakai parfum— nampaknya tetap
saja bukan alasan itu dia begitu cantik seperti sekarang. Mungkin sebenarnya
memang bukan itu alasannya.
Setelah bersamanya kurang lebih satu tahun, melihatnya
yang lambat laun telah berubah. Sejujurnya menimbulkan rasa haru dan bangga.
Buktinya saja sudah beberapa orang yang mengirimkan sms kepadaku belakangan ini,
hanya untuk bertanya tentangnya. Bahkan ada yang rela jauh-jauh datang dan
menyempatkan waktu sibuknya hanya demi melihat dan menemuinya secara langsung,
biar lebih kenal katanya. Sempat pula seseorang di malam yang semakin larut
bertanya padaku, apakah aku masih dengannya?
Rupanya sudah seperti artis baru dia, yang kerap
bernyayi tentang nama-nama yang diakhiri kata udin, yang kini wajah imut
penyanyinya akrab menghiasi layar kaca pertelevisian kita. Memahaminya yang
semakin cantik terkadang membuatku setengah gila. Terang saja selain kini dia
begitu digandrungi banyak orang, entah mengapa dia begitu menjadi teramat
sensitif. Apakah ini yang dikatakan sebuah perubahan, dampak dari sebuah sebab,
sebab yang ditimbulkan karena dia tampil cantik seperti saat ini? Apakah ini
pula yang dirasai si cantik temanku sesosok manusia sempurna yang dikaruniai
perasaan yang begitu halus, lembut, namun begitu perasa. Ah memikirkannya
beberapa hari ini memang membuatku gila, bukan lagi setengah gila. Tetapi apa
dikata, tetap saja aku menemui dia yang membuatku gila.
***
“Sayangku yang semakin cantik, waktu sudah terlanjur mempertemukan
kita pada senja. Jika boleh aku berkata, kini waktu pula yang mempertemukanku
pada hamparan luas hatimu yang tak sedikitpun bisa aku tapaki, ketika kau tampil
cantik, entah apa sebabnya? Ketika kau menangis dalam gelap lorong anak tangga,
entah apa pula sebabnya? Sungguh .......”
merek
� l l ��" ��# i akan bertemu kelak di muara
sungai karena sebuah ikatan persahabatan.
***
Kisah persahabatan
memang selalu bisa menyaingi kisah percintaan, meskipun kisahnya tidak sehebat
kisah Jack dan Rose Dawson dalam film Titanic, ataupun kisah roman Romeo dan
Juliet. Cerita persahabatan selalu menjadi inspirasi banyak orang, termasuk aku
yang saat ini tengah membuka lembaran foto-foto mereka. Sampai pada lembar
cover belakang aku tengah sadar, bukan dokument ini yang aku butuhkan untuk
menyelesaikan tulisanku itu, tetapi kalian semua kawan. Cerita tentang kisah
perjuangan kita, bau lumpur yang selama beberapa hari melekat di tubuh,
biji-biji mangrove yang kita petik bersama, patokan tali rapia yang kita
tancapkan di petakan tanah berlumpur, dan kaki salah seorang kawan yang sempat
terluka karena terjatuh di dalam parit.
Jikalau saat ini
kisa terpisah dengan perjuangan menggapai mimpi kita masing-masing, aku bangga
dengan kalian. Dan akan aku tuliskan disebuah batu karang yang terjal “kita
semua sahabat”.
Catatan:
Tulisan ini aku persembahkan atas rindu kepada segenap
kawan matematika angkatan 2008 Untirta, terlebih khusus linda, arina, hanna
filen, fikri hasan, rafiudin, aditya pratama, neng intan, rofiroh, entin sholihah,
fauzul imam, M agus susenda, dan kawan-kawan lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar